Kanker Payudara

Yuk ketahui lebih jauh tentang kanker payudara 😉

PENDAHULUAN

Kanker merupakan masalah kesehatan dari banyak negara di dunia dan termasuk penyakit yang menjadi perhatian serius pada bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya sehingga banyak ditakuti oleh masyarakat. Prevalensi kanker di seluruh dunia terus mengalami peningkatan, baik di negara-negara barat maupun di negara-negara bagian Asia(Sajuthi, 2001).

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) (Moningkey, 2010).

Kanker payudara merupakan kanker kedua terbanyak sesudah kanker leher rahim di Indonesia. Sejak 1988 kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab penyakit menunjukkan peningkatan dari tahun 2002-2003, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Tjindarbumi, 2005).

Berdasarkan uraian di atas maka kami akan membahas penyakit kanker payudara, mulai dari bagaimana prevalensinya, apa saja faktor resiko yang berperan, bagaimana patofisiologi terjadinya kanker payudara, tanda dan gejala, cara mendiagnosa, stadium kanker dan terapinya.

  1. INSIDENSI

Prevalensi kanker di seluruh dunia terus mengalami peningkatan, baik di negara-negara barat maupun di negara-negara bagian Asia. Laporan kanker dunia memperkirakan angka kejadian kanker akan meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020. Terdapat 458.000 kematian per tahun akibat kanker payudara(Ashton et al., 2009).

Jumlah penderita kanker payudara di Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya menduduki peringkat pertama. Kasus kanker payudara di Amerika tercatat hampir 200.000 wanita yang terdiagnosis dan setiap tahunnya terdapat lebih dari 40.000 meninggal akibat penyakit ini. Data terbaru dariAmerican Cancer Society telah menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat64.640 kasus kanker payudara. Sekitar 39.620 wanita meninggal dunia setiap tahunnya karena kanker payudara(Chen et al., 2010).

Data Pathology Based Cancer Registry bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesiamenunjukkan kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita (Luwia, 2009). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu sebanyak 21,69%, disusul kanker leher rahim sebanyak 17% (Rasjidi, 2009). Berdasarkan data Global Burden of Cancer, angka kejadian kanker payudara di Indonesia sebanyak 26 per 100.000 perempuan (Bambang, 2010). Sutjipto (2013), dokter spesialis bedah kanker Rumah Sakit Kanker Dharmais, menyatakan saat ini penderita kanker payudara di Indonesia mencapai 100 dari 100.000 penduduk. Sekitar 60-70% dari penderita tersebut datang pada stadium tigayang kondisinya terlihat semakin parah  (Depkes RI, 2013).

  1. FAKTOR RESIKO

Penyebab pasti kanker payudara tidak diketahui. Meskipun demikian, riset mengidentifikasi sejumlah faktor yang dapat meningkatkan resiko pada individu tertentu yang meliputi jenis kelamin perempuan, keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa, usia yang makin bertambah, tidak memiliki anak, kehamilan pertama pada usia di atas 30 tahun, periode menstruasi yang lebih lama (menstruasi pertama lebih awal atau menopause lebih lambat), dan faktor hormonal (baik estrogen maupun androgen). Dari faktor resiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia menjadi faktor terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara meningkatkan resiko berkembangnya penyakit ini. Para peneliti juga menemukan bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan resiko wanita terkena kanker sampai 85%. Hal yang menarik, faktor genetik hanya berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara dan ini menunjukkan bahwa faktor resiko lainnya memainkan peranan penting. Pentingnya faktor usia sebagai faktor resiko diperkuat oleh data bahwa 78% kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya kanker adalah 64 tahun. Studi juga mengevaluasi peranan factor gaya hidup dalam perkembangan kanker payudara yang meliputi pestisida, konsumsi alkohol, kegemukan, asupan lemak serta kurangnya olahraga fisik (Ranggiansanka, 2010).

Meshram et al. (2009) melakukan sebuah penelitian mengenai faktor resiko reproduksi untuk kanker payudara. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang mengalami waktu menstruasi pertama saat usia ≤12 tahun, melahirkan pertama saat usia ≥25 tahun, tidak pernah melahirkan, tidak pernah menyusui, waktu menopause ≥50 tahun, ada riwayat keluarga dengan penyakit serupa, dan menggunakan kontrasepsi oral memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan mereka yang tidak. Hubungan antara faktor resiko dengan kejadian kanker payudara dijelaskan pada jurnal Meshram et al., 2009.

  1. PATOFISIOLOGI

Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara lain obesitas, radiasi, hiperplasia,optik,riwayat keluarga dengan mengkon-sumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara. Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akanberlanjutmenjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma.Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri. Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit telah berkembang lanjut, dapat terjadi pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi (Price,2006).

Karsinoma inflamasi adalah tumor yang tumbuh dengan cepat. Kasus ini terjadi kira-kira pada 1-2% wanita dengan kanker payudara. Gejala-gejalanya mirip dengan infeksi payudara akut. Kulit menjadi merah, panas, edematoda, dan nyeri. Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering untuk metastase jauh adalah paru, pleura, dan tulang (Price, 2006).

Kebanyakan kanker payudara dimulai dari sel-sel yang melapisi duktus (saluran kecil yang membawa susu dari lobulus ke puting). Beberapa dimulai pada sel-sel yang melapisi lobulus (kelenjar penghasil susu), sementara sebagian kecil mulai di jaringan lain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 (American Cancer Society, 2013).

Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung kejaringan sekitarnyadan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya tersebut pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra operatif dan post operatif. Operasi ini merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neuron endokrin. Respon terdiri dari system saraf simpatis yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan banyak darah, maka mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan syock akan terjadi. Anestesi tertentu yang di pakai dapat menimbulkan terjadinya syock. Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh pecah untuk menyajikan suplai asam amino yang di pakai untuk membangun jaringan baru. Intake protein yang di perlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal. Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase dapat ke organ yang dekat maupun yang jauh antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe aksilasis dan terjadi benjolan, dari sel epidermis penting menjadi invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal(Gant dan Cunningham, 2010).

 

  1. TANDA DAN GEJALA

Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang terasa berbeda pada payudara. Jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri. Awalnya benjolan ini berukuran kecil, tapi lama kelamaan membesar dan akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau puting susu. Berikut merupakan gejala kanker payudara:

−     terdapat benjolan pada payudara yang berubah bentuk atau ukuran

−     kulit payudara berubah warna: dari merah muda menjadi coklat hingga seperti kulit jeruk, muncul rasa sakit yang hilang-timbul

−     puting susu masuk ke dalam (retraksi)

−     kulit payudara terasa seperti terbakar

−     payudara mengeluarkan darah atau cairan yang lain, tanpa menyusui

−     muncul borok (ulkus) pada payudara

(Ramli, 2005)

  1. DIAGNOSA

Diagnosis Awal

Diagnosis awal bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya kanker payudara. Sejumlah studi memperlihatkan bahwa deteksi kanker payudara dan serta terapi dini dapat meningkatkan harapan hidup dan memberikan pilihan terapi lebih banyak kepada pasien.Tiga diagnosis dini yang dapat dilakukan yaitu:

  1. SADARI (Periksa Payudara Sendiri)

Sebaiknya mulai biasa dilakukan pada sekitar usia 20 tahun, minimal sekali sebulan. SADARI dilakukan 3 hari setelah haid berhenti atau 7 hingga 10 hari dari haid. Intinya adalah dengan melihat kesimetrisan atau perubahan bentuk payudara, meraba untuk mengetahui ada tidaknya benjolan pada permukaan payudara dan pada ketiak bagian bawah, dan memencet puting untuk mengetahui ada tidaknya cairan/darah yang keluar.

  1. SARANIS (Periksa Payudara Secara Klinis)

Jika terdapat ketidaknormalan payudara dari SADARI, maka dilanjutkan ke SARANIS. Prosedurnya sama seperti SADARI, tetapi dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk lebih memastikan kondisi payudara apakah hal yang dicurigai termasuk kanker atau bukan.

  1. Mammography

Yaitu pemeriksaan penunjang dengan X-ray pada payudara. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan ada-tidaknya perubahan pertanda kanker payudara yang tidak terlihat saat pemeriksaan fisik. Mammography dapat mendeteksi adanya massa (gumpalan) dan mikrokalsifikasi. Pemeriksaan ini cukup efektif untuk wanita berusia di atas 40 tahun.

(American Cancer Association, 2013)

Diagnosis Lanjutan

Jika ditemukan ada kelainan atau kecurigaan dari serangkaian deteksi dini di atas, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis pasti. Diagnosis lanjutan dapat dilakukan antara lain dengan cara:

  1. Ultrasound

Ultrasound dilakukan dengan menggunakan gelombang suara yang diarahkan pada jaringan payudara. Hasilnya diterima oleh komputer dan diinterpretasikan dalam bentuk gambar. Ultrasound dapat memperlihatkan adanya padatan (benjolan), kista atau campuran keduanya.

  1. MRI

MRI dapat memperlihatkan perbedaan antara jaringan yang normal dan jaringan yang tidak normal.

  1. Biopsi

Jika terdapat benjolan yang dapat teraba, atau adanya ketidaknormalan dari imaging mammography, Ultrasound, atau MRImaka dilakukan biopsy. Biopsi ditujukan untuk menentukan adanya sel kanker dan tipe sel kanker tersebut, dan status hormone reseptor (ER/PR) dan status gen HER2 (human epidermal growth factor receptor-2). Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu biopsi jarum dan biopsi eksesional (dengan pembedahan).

(American Cancer Association, 2013)

  1. PENENTUAN STADIUM

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem TNM sebagai berikut.

T (Tumor size), ukuran tumor :

  1. T 0 : tidak ditemukan tumor primer
  2. T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
  3. T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
  4. T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
  5. T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama

N (Node), kelenjar getah bening regional (kgb) :

  1. N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
  2. N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
  3. N2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
  4. N3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum

M (Metastasis) , penyebaran jauh :

  1. M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
  2. M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
  3. M 1 : terdapat metastasis jauh

Berdasarkan penilaian TNM tersebutmaka terdapat 8 stadium kanker payudara:

a)    Stadium0 : T0 N0 M0 : Karsinoma insitu, tumor tidak menembus membran basal

b)   Stadium 1 : T1 N0 M0 : Tumor ≤ 2 cm dan belum menyebar ke kgb

c)    Stadium 2A : T0 N1 M0, T1 N1 M0, T2 N0 M0.

d)   Stadium 2B : T2 N1 M0, T3 N0 M0.

e)    Stadium 3A : T0 N2 M0, T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0

f)    Stadium 3B : T4 N0 M0, T4 N1 M0, T4 N2 M0 :Tumor telah tumbuh pada dinding dada atau kulit

g)   Stadium 3C : Tiap T N3 M0

h)   Stadium 4 : Tiap T- N -M1 : telah terjadi metastasis jauh ke organ lain (terutama tulang, hati, otak, paru-paru) atau ke kgb yang jauh dari payudara.

(American Cancer Association, 2013)

  1. TERAPI

Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi pada kanker payudara dapat berupa adjuvant atau neo adjuvant.Terapi neoadjuvant diberikan sebelum operasi dilakukan. Tujuannya adalah untuk membuat modalitas terapi lain lebih efektif  dengan mengurangi kelimpahan tumor dan merusak mikrometastasis. Sedangkan terapi adjuvant adalah penggunaan agen sistemik yang diberikan mengikuti terapi operasi danpembedahan untuk memusnahkan penyakitmikrometa-stasis.Terapi farmakologi terdiri dari kemoterapi, terapi endokrin, dan terapi biologi. Pemilihan regimen terpai farmakologi yang akan digunakan tergantung pada status menopause, stadium kanker, status hormon reseptor ER/PR, dan status HER-2 dari pasien (American Cancer Association, 2013).

  1. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan obat yang bersifat sitotoksik baik secara parenteral ataupun oral. Kemoterapi bekerja dengan menyerang sel-sel yang membelah dengan cepat sehingga obat ini dapat bekerja pada sel kanker. Tetapi sel-sel lain dalam tubuh seperti sumsum tulang, epitel usus, folikel rambut adalah sel yang membelah dengan cepat sehingga sangat dipengaruhi oleh kemoterapi. Kemoterapi bersirkulasi secara sistemik sehingga dapat mengobati kanker primer dan penyakit metastasis. Berdasarkan hasil beberapa studi, regiman kemoterapi kombinasi lebih efektif dibandingkan agen kemoterapi tunggal. Pemberian awal kemoterapi kombinasi efektif ketika tumor masih kecil sehingga dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan dan meminimalkan munculnya klon sel tumor yang resisten terhadap obat (American Cancer Association, 2013).

Kemoterapi biasanya diawali 3 minggu setelah operasi penghilangan tumor primer.Walaupun durasi optimal pemberian kemoterapi tidak diketahui dengan pasti, tetapi biasanya diberikan 12 – 24 minggu dan tergantung dari regimen yang digunakan. Pemberian kemoterapi dilakukan secara bersiklus dengan tiap periodenya diikuti periode recovery. Intensitas dosis dan densitas dosis menjadi faktor penting untuk mencapai hasil terapi kanker payudara yang optimal. Intensitas dosis adalah jumlah obat yang diberikan per unit waktu dan biasanya ditulis dalam milligram per luas permukaan tubuh per minggu (mg/m2 per minggu). Peningkatan dosis, penurunan waktu, atau keduanya dapat meningkatkan intensitas dosis. Densitas dosis adalah suatu cara untuk mencapai intensitas dosis tetapi tidak dengan meningkatkan jumlah obat yang diberikan misalnya dengan peningkatan dosis, tetapi dengan menurunkan siklus pemberian obat (American Cancer Association, 2013).

Berikut adalah kemoterapi yang sering digunakan dalam terapi kanker payudara.

a)    Inhibitor topoisomerase: Adriamisin(doxorubicyn), Epirubicin

Merupakan kemoterapi turunan antrasena. Inhibitor topoisomerase berinterkalasi dengan DNA sehingga menyebabkan perubahan struktur yang akan mengganggu sintesis DNA dan RNA.

b)   Zat pengalkilasi: Cytoxan (cyclophospamide)

Merupakan kemoterapi turunan nitrogen mustard. Cytoxan membentuk ikatan kovalen antara gugus alkil yang reaktif dengan gugus nukleofilik dari protein atau asam nukleat sehingga menyebabkan crosslink DNA dan replikasi DNA terhambat.

c)    Antimetabolit: 5-Fluorouracil, Gemcitabine, Methotrexate

5-Fluorouracil merupakan analog basa pirimidin uracil. Dimetabolisme menjadi menjadi bentuk aktif fluorodeoxyuridine monophosphate, dengan adanya folat bentuk aktif ini berikatan dan mengganggu kerja timidilat sintase yang berperan dalam sintesis basa timidin.

Gemcitabine merupakan kemoterapi analog cytidine. Gemcitabine bergabung dengan DNA sehingga menghambat aktivitas DNA polimerase. Juga menghambat aktivitas enzim ribonukleotida reduktase yang berfungsi mengubah ribonukleotida menjadi deoksiribonukleotida.

Methotrexate merupakan kemoterapi yang bersifat antifolat. Bekerja dengan menghambat kerja dihidrofolat reduktase (DHFR) yang berperan dalam mengubah folat menjadi tetrahidrofolat, dimana tetrahidrofolat diperlukan dalam sintesis purin dan timidin pada DNA.

d)   Taxane: Paclitaxel, Docetaxel

Merupakan kemoterapi yang bersifat antimitotik. Bekerja dengan cara berikatan dengan tubulin sehingga  menginduksi polimerisasi tubulin, membentuk mikrotubul nonfungsional dan menghambat angiogenesis.

(American Cancer Association, 2013)

 

  1. Terapi endokrin

Terapi endokrin atau terapi hormonal hanya bisa digunakan jika status hormon reseptor pasien ER/PR positif. Sasaran terapi endokrin pada kanker payudara adalah menurunkan tingkat estrogen yang bersirkulasi atau mencegah efek estrogen terhadap sel kanker payudara (terapi sasaran) dengan cara menghambat reseptor hormon atau menurunkan kehadiran reseptor tersebut. Keberhasilan sasaran pertama tergantung pada status menopause pasien, tetapi keberhasilan sasaran kedua tidak tergantung pada status menopause.Terdapat 6 kelas terapi endokrin kanker payudara, yaitu:

a)    Inhibitor aromatase: anastrozole, letrozole, dan exemestane

Enzim aromatase mengkatalisis pengubahan androgen menjadi estrogen di ovarium pada wanita pre menopause dan di jaringan ekstra glandular; termasuk payudara dan sel kanker payudara pada wanita post menopause. Oleh karena itu, inhibitor aromatase dapat menurunkan secara efektif tingkat estrogen yang bersirkulasi. Inhibitor aromatase hanya digunakan pada wanita post menopause.

b)   Anti estrogen

Anti estrogen berikatan dengan reseptor estrogen yang menghambat reseptor transkripsi gen sehingga menghambat efek estrogen pada target. Kelas agen dibagi menjadi dua kategori farmakologi, yaitu Selective Estrogen Receptors Modulators (SERMs), contohnya tamoxifene dan toremifene, serta anti estrogen murni atau Selective Estrogen Receptors Downregulating (SERDs) yaitu fulvestrant.

c)    Analog Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH): goserelin, leuprolide, triptorelin

Mekanisme analog LHRH pada kanker payudara adalah menurunkan reseptor LHRH di pituitari. Penurunan jumlah hormon luteinizing menyebabkan penurunan estrogen.

d)   Progestin: megestrol acetate, medroxyprogesterone

Progestin merupakan obat third-line setelah pasein gagal pada inhibitor aromatase dan anti estrogen.

 

e)    Estrogen: diethylstilbestrol, ethinyl estradiol, estrogen terkonjugasi

Estrogen dosis tinggi dapat digunakan untuk pengobatan kanker payudara metastasis namun sampai sekarang mekanismenya tidak jelas diketahui. Sekarang terapi estrogen telah digantikan dengan terapi anti estrogen.

f)    Androgen:fluoxymesterone

Androgen dosis tinggi juga jarang digunakan karena efek sampingnya dan terdapat obat pilihan yang lebih dapat ditoleransi (contohnya inhibitor aromatase).

(American Cancer Association, 2013)

  1. Terapi biologi

Terapi biologi adalah terapi bertarget dan disebut juga imunoterapi yang akan memicu sistem imun untuk melawan kanker. Terapi biologi hanya dapat digunakan pada kanker payudara yang status HER-2-nya positif.

a)    Transtuzumab

Trastuzumab adalah antibodi monoklonal manusia yang terikat dengan epitop spesifik dari protein Human Epidermal Growth Factor Reseptor (HER-2). Mekanisme kerja trastuzumab adalah dengan memblokir pertumbuhan sel tumor, mensinyal imun dan bekerja bersama kemoterapi.Transtuzumab telah disetujui dalam terapi kanker payudara metastatis sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan paclitaxel. Transtuzumab juga menunjukkan manfaat dalam pengobatan ajuvan pada kanker payudara yang positif HER-2 yang diberikan selama 1 tahun dalam kombinasi dengan kemoterapi.

b)   Lapatinib

Lapatinib adalah inhibitor tyrosine kinase yang menarget HER2 dan reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR atau HER1). Molekul kecil ini bekerja intraselular untuk mematikan secara aktif jalur signal dari dua reseptor tersebut sehingga menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel. Lapatinib digunakan untuk kanker payudara metastasis, terutama yg tidak berespon pada kemoterapi dan transtuzumab. Umumnya diberikan dalam kombinasi dengan capecitabine.

(American Cancer Association, 2013)

Terapi Nonfarmakologi

  1. Operasi/Pembedahan/Mastektomi

Dilakukan untuk menghilangkan tumor primer. Operasi diindikasikan pada kanker payudara stadium dini (stadium I dan II), kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu, keganasan jaringan lunak pada payudara. Operasi dikontraindikasikan pada kondisi tumor melekat dinding dada, edema lengan, nodul satelit yang luas, mastitis inflamator.Ada beberapa macam mastektomi:

a)    Lumpektomi: adalah pengambilan benjolan dan sedikit jaringan normal payudara yang mengelilingi benjolan tersebut.

b)   Mastektomi Total atau Sederhana: adalah pengambilan keseluruhan payudara termasuk puting susu, beberapa dari nodus limfe di bawah ketiak seringkali diambil pada prosedur ini untuk dilakukan biopsi. Kadang-kadang operasi dilakukan untuk kedua payudara (double mastectomy) yang dilakukan sebagai upaya preventif untuk wanita dengan risiko tinggi kanker payudara.

c)    Mastektomi Radikal: adalah pengambilan keseluruhan payudara, nodus limfe aksila, dan otot pektoral (dinding dada) di bawah payudara.

d)   MastektomiRadikal Termodifikasi:melibatkan pengambilan keselu-ruhan payudara dan beberapa nodus limfe aksila, tetapi otot pektoral masih dipertahankan. Operasi ini paling banyak dilakukan untuk wanita dengan kanker payudara yang keseluruhan payudaranya harus dibuang.

(American Cancer Association, 2013)

  1. Radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar atau partikel berenergi tinggi. Terapi dengan menggunakan radiasi/ penyinaran digunakan untuk membunuh sel-sel kanker di tempat pengangkatan tumor dan daerah sekitarnya, termasuk kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastasis tulang, metastasis kelenjar limfe aksila. Ini dilakukan pada pasien yang telah menjalani operasi untuk tumor yang terlokalisasi pada suatu area.Radiasi memberikan efek samping berupa peradangan otot, kelelahan, kulit menjadi gatal, kering, dan kemerahan. Efek samping radiasi yang jarang terjadi adalah cacat paru-paru, lymphoedema, kerusakan hati, sarkoma (kanker jenis lainnya). Terapi radiasi ada dua jenis yaitu:

a)      Radiasi eksternal

Radiasi diberikan secara eksternal (dari luar tubuh)  dimana radiasi ini dihasilkan oleh mesin sinar-X berenergi tinggi yang disebut linear accelerator. Radiasi eksternal biasanya tidak diberikan sebelum jaringan payudara yang dioperasi sembuh. Apabila pasien diberi kemoterapi, terapi radiasi biasanya ditunda sampai kemoterapi telah selesai. Prosedur radiasi eksternal ini tidak sakit, dan hanya menghabiskan waktu beberapa menit. Umumnya radiasi eksternal diberikan 5 kali seminggu selama 6-7 minggu. Dosis radiasi yang diberikan adalah 45-50 Gy dengan 1,2-2 Gy/fraksi atau 42,5 Gy dengan 2,66 Gy/fraksi.

b)      Radiasi internal (Brachytherapy)

Brachytherapy atau radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang ditempatkan secara langsung ke dalam jaringan payudara dekat dengan daerah kanker. Radiasi internal umumnya digunakan sebagai booster dengan dosis 10-16 Gy dengan 2 Gy/fraksi. Metodenya ada dua yaitu Intracavitary brachytherapy (dengan menggunakan balon berisi radioaktif yang ditanam dalam jaringan payudara) dan Interstitial brachytherapy (menggunakan kateter yang diberikan pelet radioaktif).

(American Cancer Association, 2013)

  1. Pola hidup yang sehat

a)    Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan terutama yang mengandung vitamin C

b)   Menghindari rokok dan alkohol

c)    Berolah raga secara teratur.

d)   Mengurangi lemak.

e)    Mengkonsumsi suplemen antioksidan.

f)    Makan lebih banyak serat.

g)   Mengurangi terlalu banyak makanan gorengan dan juga yang mengandung protein dan lemak tinggi serta jeroan.

h)   Membatasi makanan yang diolah dengan suhu tinggi dan lama atau dengan pengolahan tertentu yang dapat menimbulkan prokarsinogen seperti makanan yang diasinkan, diasap, dibakar, dipanggang sampai keluar arang (gosong). Yang terbaik adalah makanan yang direbus.

i)     Hati-hati dengan penggunaaan pemanis buatan, pewarna makanan serta zat pengawet yang berlebihan. Makanan terbaik adalah makanan segar.

(American Cancer Association, 2013)

MONITORING

  1. Pemeriksaan fisik, meliputi pemeriksaan payudara, dada, leher dan ketiak setiap 3 bulan sekali selama dua tahun dan setiap 6 bulan sekali selama 5 tahun sejak didiagnosa kanker.
  2. Pemeriksaan mammogram dan SADARI secara rutin.

Pasien perlu melaporkan perubahan yang terjadi pada payudaranya dan gejala-gejala lain yang timbul seperti nyeri, hilangnya nafsu makan atau bobot badan, perubahan dalam menstruasi, perdarahan pada vagina yang tidak terkait periode menstrual, dan penglihatan yang kabur.Prosedur-prosedur diagnostik seperti x-ray, tes darah, bone scan, dan computed tomography (CT) tidak diperlukan kecuali pasien memiliki gejala-gejala kekambuhan kanker. Karena efek dari pengobatan kanker payudara ini akan banyak mengubah kehidupan seorang wanita, maka amat diperlukan dukungan dari keluarga dan teman. Bila diperlukan maka konseling akan sangat membantu pasien(Dipiro, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2013, Breast Cancer, New York, American Cancer Society.

Ashton, P.J., Giacomazzi, A.V., Schmidt, F.L., Roth, E.I., Palmero, L.K., dan Suzi, A.V., 2009, Development and Validation of  A Simple Questionnaire  for  The  Identification  of  Hereditary  Breast  Cancer  in  Primary Care, BMC  Cancer,  9, 275-283.

Bambang, 2010, Kejadian Kanker Payudara Masih Tertinggi, http://www.antaranews.com/berita/1265254914/kejadian-kanker-payudara-masih-tertinggi, diakses tanggal 18 Desember 2013.

Chen, F., Mercado, C., Yermilov, I., Puig, M., Ko, C.Y., Kahn, K.L., dan Gibbons, M.M., 2010, Improving Breast Cancer  Quality of Care with the Use of Patient Navigators  Presented  at  the  21st Annual  Scientific  Meeting  of  the  Southern California, American College of Surgeons in Santa Barbara, 22-24.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Angka kejadian kanker payudara, http:/www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/170-angka-kejadian-kanker-payudara.html, diakses tanggal 17 Desember 2013.

Dipiro, J.T., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th Edition, Mc Graw Hill, New York.

Gant dan Cunningham, 2010, Ginekologi dan Obstetric, EGC, Jakarta.

Luwia,  M.S., 2009, Problematika  dan  Perawatan  Payudara, Kawan Pustaka, Jakarta.

Mehta, R.S., W.E. Barlow, K.S. Albain, T.A. Vandenberg, S.R. Dakhil, N.R. Tirumali, D.L. Lew, D.F. Hayes, J.R. Gralow, R.B. Livingston, dan G.N. Hortobagyi, 2012, Combination Anastrozole and Fulvestrant in Metastatic Breast Cancer, N Engl J Med, 367(5), 435-44.

Meshram, Hiwarkar, P.A., dan Kulkarni, P.N., 2009, Reproductive Risk Factors for Breast Cancer: A Case Control Study, Journal of Health and Allied Sciences, 8(3), 1-4.

Moningkey, S.I., 2010, Epidemiologi Kanker Payudara, Medika, Jakarta.

Price S.A., dan Lorraine, M. W., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Ed 6, EGC, Jakarta.

Ramli, M., 2005, Deteksi Dini Kanker, FKUI, Jakarta.

Ranggiansanka, 2010, Faktor-faktor  risiko  yang  berpengaruh  terhadap  kanker payudara, Jurnal Medika Indosiana, 5(2), 34-39.

Rasjidi, I., 2009, Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, Agung Seto, Jakarta.

Sajuthi, D., 2001, Ekstraksi, Fraksinasi, Karakterisasi, dan Uji Hayati In Vitro Senyawa Bioaktif Daun Dewa (Gynura pseudochina L.) sebagai Antikanker Tahap II, Buletin Kimia, 1, 75-79.

Sutjipto, 2013, Jumlah Penderita Kanker Payudara Masih Cukup Tinggi, Pustaka Populer Obor, Jakarta.

Tjindarbumi, 2005, Diagnosis dan Pencegahan Kanker Payudara, Kursus Singkat Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker 6-8 November, FKC.II-POI, Jakarta.

Tinggalkan komentar